Pernah liat saya pake sisa? itu loh,, rokok yg ada rasanya. Saya suka strawbery. Ga pernah lihat yaa? atau a
pernah ketemu ? sukur kalo begitu….. Yang dulu saya ngipasin temen
saya karena dia ga kuat ngisep ********* dan dia saya kasih air panas karena terus2an batuk. Malu-maluin banget waktu
itu. A first timer. Hahah!
Itulah saya. Dulu. Menyenangkan karena
saya diterima semua orang. Menyenangkan kalau saya jadi apa yang mereka
suka. Menjadi salah satu bagian dari perkumpulan sosial yang saya sebut
itu pertemanan suka dan duka. Mereka, teman-teman itu, bisa kok kalau
saya telpon malam-malam dan nolongin saya yang ketimpa ban bocor di
ujung Bali, perlu duit cepat, perlu puk puk segera waktu saya dibikin
kecewa sama mantan yang labil, labilnya sama. Reliable kah mereka?
Sangat! Mereka sangat baik. Saya juga ga pernah minta uang ekstra sama
orang tua untuk hal-hal itu. Semua biasa saja. Saya lakukan itu
sewajarnya saja. Santai saja. Prestasi saya juga ga terpengaruh.
Teman-teman saya juga gitu karena bagi kami semua itu hal-hal yang
biasa.
Tapi apakah saya sendiri merasa nyaman?
Iya nyaman, sampai saya tahu perlahan, kalau saya melakukan itu semua
untuk disukai. Untuk menjadikan itu biasa.
Dan ternyata ada titik henti dimana saya
bosan melakukan hal yang sebenarnya tidak akan menyelesaikan masalah
saya sendiri. Saya butuh santai. Menghilangkan keadaan yang bikin saya
agak panik sementara. Tapi saya tidak terlalu santai dengan itu semua.
Dan saya tahu akhirnya, bahwa social life should meet myself. Not me
trying to be fake but accepted.
Dan ternyata, teman yang paling setia
adalah saat dia tahu semua masa lalu saya dan saya inginkan masa depan
yang berbeda, dia tetap mendukung saya. Bukan teman yang bilang “Alaaaa,
ntar juga habis ramadhan lo lepas tu kerudung, percaya dah sama gue”.
Ada juga yang bilang “Eh lo pake
kerudung apakah itu tidak menimbulkan pengharapan yg tinggi untuk para
laki-laki? Kalo lo pake bikini, lo yakin cowo alim yang lo
cintai sekarang nantinya, mau nerima lo apa adanya? Gue kuatir aja, lo
jadi diterima karena baju yang lo pake. Bukan karakter lo. Kenapa nggak
lo, menunjukkan diri lo yang sebenarnya aja sehingga mereka ga nilai lo
dari kerudung, dari diri lo di dalamnya. Pola pikir dan karakter lo.
Dengan ini bukannya lo malah membatasi diri lo sendiri dengan pakaian?”
Diriku yang sebenarnya? But I really want to be like this. Saya tidak ingin menipu siapapun. Kenapa harus nipu?
Yang lain bilang, “Gue sih takutnya lo
dapet cowo munafik jadinya. Dia juga pengen dikira baik. Dan dia taunya
lo pake kerudung, dia ga akan bisa menerima lo yang dulu. Inget aja
kata gue, kalo lo dapet cowo alim yang ntar lo panggil Abah, kalo ga
nanya ga usah jawab deh lo. Inget kalo ngomong, lebih dulu smlekom nyet.
Cium tangan sama abah. Pppffftt!!! “
Ya emang itu urusan gue? Kalo dia ga bisa nerima gue kenapa gue harus repot sama dia? Penduduk Indonesia 250 juta bukan?
Itu temen. Sepupu malah, “Mami, ada bu
haji amel taubat nasuhah!”, eh emaknya jawab, “Hush! jangan digodain
nanti dia ngambek langsung lari ke mesjid bwahahahaha!”. Asem.
As then I can see later on……..
Teman yang menerima apa adanya itu
ternyata bukan sama muslimnya. Bisa jadi dia seorang protestan tapi dia
menyayangi saya apa adanya.
Seorang perempuan
berjilbab tidak boleh bergaul dengan sesama manusia dan manusia itu yang
baik? Dengan baju yang tertutup, tidak lantas pemikiran saya jadi
tertutup kan? Tidak lantas saya membatasi pergaulan saya menjadi
eksklusif dengan orang-orang tertentu saja. Tidak lantas saya jadi
komentar tentang dadanya Dewi Persik kan? Mending saya komentar tentang
Andrew Garfield yang tampil menawan di The Amazing Spiderman dan
karakter perusaknya di iklan Big Cola.
Apakah itu artinya saya akan jadi sok
pintar dan menceramahi kalian karena baju saya? Saya bukan orang bodoh
bermulut besar. Saya masih bingung tentang poligami dan jika itu
berhadiah surga bagi istri yang ikhlas, saya yakin Allah menciptakan
jalan lain untuk menuju surga. Saya pilih jalan yang lain itu.
Saya juga masih tidak suka anarki yang
dilakukan FPI dan segenap pemikiran-pemikiran kotor yang mengatasnamakan
agama. Saya masih memberi selamat Natal. Saya silaturahmi
ke rumah saudara yang merayakan Natalan dan mendoakan teman nasrani
yang sedang hamil supaya anaknya selamat dan cantik seperti saya, ups ibunya maksud saya. Saya
bawa orang yang saya sayangi dalam doa. Apakah saya salah mendoakan
manusia dan tidak membatasi doa saya hanya pada kaum muslim? Yakinkah
Allah sejahat itu menyuruh umat muslim membatasi doanya hanya pada
sesama muslim?
Apakah saya salah tetap bertoleransi dan mendukung kalian menjadi diri yang kalian inginkan dan saya menjadi yang saya inginkan?
Taubat? Saya rasa saya tidak bisa jawab ya atau tidak. Saya hanya ingin melakukan ini dan menjadi diri saya sendiri.
This is me. Are you going to accept me what I am? Oh and…. accept me what I was?