Tuesday, February 19, 2013

Sepotong Hati yang Baru -Tere Liye-


Aku selalu berharap kau kembali. Selalu. Hingga detik ini. Bahkan mingu-mingu pertama kau pergi aku tega berharap dan berdoa pada Tuhan menakdirkan wanita itu bernasib malang.


Cinta bukan sekedar soal memaafkan. Cinta bukan sekedar menerima apa adanya. Cinta adalah harga diri. 
Cinta adalah rasionalitas sempurna.


Jika kau memahami cinta adalah perasaan irasional, sesuatu yang tidak masuk akal, tidak butuh penjelasan, maka cepat atau lambat, luka itu akan kembali menganga. Kau dengan mudah membenarkan apapun yang terjadi di hati, tanpa tahu, tanpa memberikan kesempatan berpikir bahawa itu boleh jadi karena kau tidak mampu mengendalikan perasaan tersebut. Tidak lebih, tidak kurang.


Kenangan indah bersamamu akan kembali memenuhi hari-hariku entah hingga kapan. Itu benar. Membuatku sesak. Tapi aku tidak akan membiarkan hidupku kembali dipenuhi harapan hidup bersamamu. Sudah cukup. 

Biarlah sakit hati ini menemani hari-hari ku.
Biarlah aku menelannya bulat-bulat sambil sempurna menumbuhkan hati yang baru, memperbaiki banyak hal, memperbaiki diri sendiri.

Apa pepatah bilang? Ah, iya, patah hati tapi tetap sombong, patah hati tapi tetap keren.

Monday, February 4, 2013

Aku dan Dia

Di Alun-alun selatan Jogjakarta yg sama dengan 4 tahun yang lalu, 

Aku dan Dia duduk tanpa jarak menikmati hangatnya wedang ronde sambil sesekali mengangkat tangan saat beberapa musisi jalanan menawarkan untuk menghibur Aku dan Dia. 

Aku dan Dia tertawa lepas hampir disepanjang waktu sebelum jam standar kos-kosan putri tutup. Menikmati rasa nyaman saat Aku dan Dia merasakan hal yang sama. 

Aku dan Dia saling melengkapi, kata Dia'

Kamu dimana?


Senyum yg pernah mengembang saat bentangan lampu kota jogjakarta terhampar di depan mata. Di atas bukit bintang. Pernah pula hadir ketika kebun strawberry menyuguhkan buah2 kecil untuk ku petik. Dan saat kedua kaki ini memecah ombak pantai krakal, saat kami berlarian di atas pasir putih basah.

“Tawa yg mengembang membentuk gundukan pipi indah memerah. Senang ku melihatnya.  Dan itulah alasan kenapa sering ku gelitiki pinggangnya. Bahkan tangisan nya indah”. “Tangis cemburu yg membuat rasa sayang tak mau pergi dari hati yang ceroboh ini”. Sepenggal kata2 di blognya dulu untuk ku.. Romantis memang..

Tangis saat melepas perpisahan yg belakangan aku ketahui bahwa perpisahan itu untuk selamanya. Hanya saja, semua itu tak bisa aku cicipi lagi. Haus dahaga ini akan riak kasih yg hadir dalam tingkah laku, dalam diam.Merenung jiwa yang hambar akan pelukan hangat dua tangan bersahabat. Jika esok masih ada, akan ku kejar sampai tak sanggup lagi kaki ini menopang beratnya idealisme diri. Paling tidak, aku akan tau sejauh mana mampu berlari. Menghindar tepatnya. Dan otak ku sudah bosan dengan lalu lalang pikiran busuk dan prasangka baik pembenaran Tuhan yang berpihak pada kekalahan ku.