Thursday, October 21, 2010

Takut Tuhan Marah

Pagi itu aku terbangun dari tidurku. Bunyi dering handphone-ku terlalu keras. Kulihat jam dinding tepat pukul 06.00 WITA. Rupanya seseorang memanggil. Lalu aku menekan tombol hijau di HP-ku.

“Assalamualaikum…”
“Waalaikum salam” Oh . . . suara itu sangat kurindukan.

“Pasti baru bangun ya? Pasti belum shalat. Selamat ulang tahun ya A’? Semoga Allah selalu melindungimu.”
“Ia de, Makasih yaah. Lagi ngak bisa shalat de. . . “

Aku tak bisa menahan air mata. Kerinduanku meledak karena kurang lebih sudah 1 tahun aku tidak pulang. Kesibukanku selama kuliah membuat jarak ini semakin jauh.

“A’ umur mu sudah 18 tahun, apa sudah punya calon?” Adik ku bertanya padaku.
“Calon? Maksudnya?” Aku pura-pura bingung padahal aku tahu maksud Adik ku.
“Ya . . . calon pacar. Ya kalau umur sudah 18 tahun bukankah sudah sepantasnya menemukan calon. aku aja udah punya pacar. hehehehe.”
Si bawel memberi penjelasan padaku.

“Itukan kamu, lagian mama selalu melarangku untuk pacaran, sampai aku selesaikan kuliah. “di sana jangan asyik pacaran, kuliah yang bener” begitukan nasehat mama. Kata-kata itu masih teringat sampai sekarang. Tak pernah terlupakan ma.

“Tapi kenapa sekarang kamu yang sibuk? takut aku nggak laku?” aku mencoba memberi penjelasan pada si Bawel.

“Bukan begitu A’, dulu ketika teman lelaki mu mendekatimu, umurmu masih 16 tahun, makanya mama larang kamu dekat dengan mereka. Mama tidak mau kamu terganggu. Tapi sekarang kan sudah berbeda, kamu sudah cukup berakal bukan anak kecil lagi.”
Teetttttttt teleponpun terputus.

Kejadian itu aku ceritakan pada temanku. Aku semakin bingung. Apa yang harus aku lakukan. Sepupuku bilang dalam Islam pacaran diharamkan, adik juga tahu itu dan aku juga tahu. Tapi, apa sudah seharusnya cinta itu tidak boleh ada sebelum waktunya. Sepupuku orang yang sangat mengerti tentang agama. Masalah jodoh dia pasrahkan pada Tuhan biarpun sekarang umurnya 26 tahun, tapi ia belum juga menikah.

Kenapa harus ada cinta saat ini padaku. Disaat waktu yang tidak tepat. Pertanyaan Adik tadi membuat hatiku semakin panas. Aku perempuan normal yang diciptakan Tuhan untuk menemukan pasangan. Tapi siapa? Di hati ini pernah singgah beberapa nama, tapi tak lama karena aku merasa diantara mereka tidak ada jodohku. Aku bisa merasakan wujud jodohku. Walaupun aku belum bisa menemukannya.
Saat aku jatuh cinta, aku tahu tuhan pasti marah padaku, karena aku mencintai lawan jenisku, yang belum wajar aku cintai. Dan saat ini aku sedang jatuh cinta. Aku tak tahu apa dia jodohku. Tapi yang pasti perasaan itu sungguh besar. Aku tak mau menyebutkan namanya karena ku rasa tak perlu. Biar ini hanya tersimpan dalam hatiku. Aku percaya pada janji Tuhan. Dia pasti akan mengirimkan jodoh untukku sebelum ulang tahunku yang ke 19 atau 20. Tuhan tidak mungkin mengingkarinya. Karena itu adalah janjinya. Ia selalu memberikan apa yang aku minta tepat pada saat aku membutuhkannya.

“Bukankah begitu Cha?”
“Ia, cinta itu anugrah Tuhan yang patut kita syukuri. Memang benar dalam islam pacaran memang tidak boleh. Tapi kalau niat kita baik, sepertinya sah-sah saja” Icha memberikan argumennya.

“Katakan, saat ini kamu jatuh cinta pada siapa?”
Icha bertanya padaku.

Aku tak mungkin menjawabnya, apa yang akan terjadi jika dia tahu, selama ini aku menyukai seseorang. Kami sering bersama walaupun hanya sebatas teman. Dan mungkin selama ini dia hanya menganggapku teman atau mungkin seorang adik. Aku lebih muda dari dia. Aku tak mungkin benar-benar mencintainya. Tapi, rasa ini akan membunuhku pelan-pelan, dan tuhan akan semakin marah, karena setiap saat aku memikirkannya. Sesak napasku menghirup udara cinta. Tergetar hatiku mengingat jika dia tidak menjadi milikku. Rasa-rasanya cinta ini semakin kuat. Sulit bagiku untuk melepaskan diri dari magnetnya. Oh Tuhan ampunilah aku. Aku tak bermaksud mengingkari janji untuk tidak jatuh cinta. Ini adalah kehendakmu dan mungkin misteri dalam hidupku.

“Ky, kamu ngak kenapa-napa kan? Muka kamu kenapa pucat? Ayolah cerita siapa cowok yang kamu suka itu?” Icha kembali bertanya padaku.

“Aku ngak bisa kasih tahu kamu, nanti dosaku bertambah. Aku nggak boleh menyukainya.”

“Kenapa? Bukankah itu hal yang wajar bagi manusia?”

“Tapi cintaku melebihi batas kewajaran, aku ingin dia tidak hanya menjadi pacar sekedar pelengkap malam minggu saja, tapi aku ingin dia menjadi suamiku.


“Baguslah kalo begitu.”


“Bagus apanya Cha? Hal itu tidak mungkin.’


“Tidak mungkin bagaimana?”


"Dia tidak tahu kalau selama ini aku sudah mencintainya. Aku ngak mungkin menyatakan itu. Tuhan pasti marah padaku. Lagipula aku tidak yakin kalau dia akan menerimaku".

“Apa yang membuatmu tidak yakin?”

Pertanyaan itu membuatku terdiam. Udara pagi yang sejuk kuhirup dengan sesak. Jika aku kembali menjawab, sama saja aku membuka rahasia ini, dan itu artinya aku mempermalukan diriku sendiri. Tuhan akan marah besar padaku. Aku tak mungkin menyatakan ini. Aku malu. Jika dia tahu, dia pasti akan mentertawakanku, mengejekku, akan tertawa setiap ka Rijal lewat didepan kami, dan akhirnya ka Rijal tau. “Oh . . . tidak!” batinku semakin kacau. Icha tidak boleh tahu perasaan ini. Dia pasti akan menertawakanku.
Sementara apa yang ada dalam hati Ka Rijal, hanya tuhan yang tahu. Entah dia juga merasakan apa yang aku rasakan, entah tidak. Yang pasti aku sangat berharap dia ikut merasakan sedikit saja dengan apa yang kurasa. Walau hanya sedikit.

Icha berkata “Ky, Cinta tidak pernah salah jatuh, cinta itu jujur, ia akan jatuh pada siapa saja yang dianggap sungguh-sungguh bisa menjaganya. Cinta adalah anugerah.”

Lama terdiam, aku tidak mengeluarkan satu katapun. Aku takut tuhan marah padaku.

0 comments: