Senyum yg pernah mengembang saat bentangan lampu kota jogjakarta terhampar di depan mata. Di atas bukit bintang. Pernah pula hadir ketika kebun strawberry menyuguhkan buah2 kecil untuk ku petik. Dan saat kedua kaki ini memecah ombak pantai krakal, saat kami berlarian di atas pasir putih basah.
“Tawa yg mengembang membentuk
gundukan pipi indah memerah. Senang ku melihatnya. Dan itulah alasan kenapa sering ku gelitiki
pinggangnya. Bahkan tangisan nya indah”. “Tangis cemburu
yg membuat rasa sayang tak mau pergi dari hati yang ceroboh ini”. Sepenggal kata2
di blognya dulu untuk ku.. Romantis memang..
Tangis saat melepas perpisahan yg
belakangan aku ketahui bahwa perpisahan itu untuk selamanya. Hanya saja, semua
itu tak bisa aku cicipi lagi. Haus dahaga ini akan riak kasih yg hadir dalam
tingkah laku, dalam diam.Merenung jiwa yang hambar akan pelukan hangat dua tangan bersahabat. Jika esok masih ada, akan ku kejar sampai tak sanggup lagi kaki ini menopang beratnya idealisme diri. Paling tidak, aku akan tau sejauh mana mampu berlari. Menghindar tepatnya. Dan otak ku sudah bosan dengan lalu lalang pikiran busuk dan prasangka baik pembenaran Tuhan yang berpihak pada kekalahan ku.
0 comments:
Post a Comment